Sejarah Presiden Soekarno
Ir Soekarno dikenal sebagai Presiden pertama Republik Indonesia dan juga sebagai Pahlawan Proklamasi,
Soekarnoyang biasa dipanggil
Bung Karno,
lahir di Blitar, Jawa Timur, 6 Juni 1901 dan wafat pada tanggal 21 Juni
1970 di Jakarta. Saat ia lahir dinamakan Koesno Sosrodihardjo. Ayahnya
bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo dan ibunya Ida Ayu Nyoman Rai.
Semasa hidupnya, beliau mempunyai tiga istri dan dikaruniai delapan
anak. Dari istri Fatmawati mempunyai anak Guntur, Megawati, Rachmawati,
Sukmawati dan Guruh. Dari istri Hartini mempunyai Taufan dan Bayu,
sedangkan dari istri Ratna Sari Dewi, wanita turunan Jepang bernama asli
Naoko Nemoto mempunyai anak Kartika.
Masa kecil Soekarno hanya beberapa tahun hidup bersama orang tuanya
di Blitar. Semasa SD hingga tamat, beliau tinggal di Surabaya, indekos
di rumah Haji Oemar Said Tokroaminoto, politisi kawakan pendiri Syarikat
Islam. Kemudian melanjutkan sekolah di HBS (Hoogere Burger School).
Saat belajar di HBS itu, Soekarno telah menggembleng jiwa
nasionalismenya. Selepas lulus HBS tahun 1920, pindah ke Bandung dan
melanjut ke THS (Technische Hoogeschool atau sekolah Tekhnik Tinggi yang
sekarang menjadi IT. Ia berhasil meraih gelar “Ir” pada 25 Mei 1926.
Kemudian,
beliau merumuskan ajaran Marhaenisme dan mendirikan PNI (Partai
Nasional lndonesia) pada 4 Juli 1927, dengan tujuan Indonesia Merdeka.
Akibatnya, Belanda memasukkannya ke penjara Sukamiskin, Bandung pada 29
Desember 1929.
Saat dipenjara, Soekarno
mengandalkan hidupnya dari sang istri. Seluruh kebutuhan hidup dipasok
oleh Inggit yang dibantu oleh kakak kandung Soekarno, Sukarmini atau
yang lebih dikenal sebagai Ibu Wardoyo. Saat dipindahkan ke penjara
Sukamiskin, pengawasan terhadap Soekarno semakin keras dan ketat.
Dia
dikategorikan sebagai tahanan yang berbahaya. Bahkan untuk mengisolasi
Soekarno agar tidak mendapat informasi dari luar, dia digabungkan dengan
para tahanan 'elite'. Kelompok tahanan ini sebagian besar terdiri dari
orang Belanda yang terlibat korupsi, penyelewengan, atau penggelapan.
Tentu saja, obrolan dengan mereka tidak nyambung dengan Bung Karno muda
yang sedang bersemangat membahas perjuangan kemerdekaan. Paling banter
yang dibicarakan adalah soal makanan, cuaca, dan hal-hal yang tidak
penting. Beberapa bulan pertama menjadi tahanan di Sukamiskin,
komunikasi Bung Karno dengan rekan-rekan seperjuangannya nyaris putus
sama sekali. Tapi sebenarnya, ada berbagai cara dan akal yang dilakukan
Soekarno untuk tetap mendapat informasi dari luar.
Hal itu
terjadi saat pihak penjara membolehkan Soekarno menerima kiriman
makanan dan telur dari luar. Telur yang merupakan barang dagangan Inggit
itu selalu diperiksa ketat oleh sipir sebelum diterima Bung Karno.
Seperti yang dituturkan Ibu Wardoyo yang dikutip dalam buku 'Bung Karno
Masa Muda' terbitan Pustaka Antarkota tahun 1978, telur menjadi alat
komunikasi untuk mengabarkan keadaan di luar penjara. Caranya, bila
Inggit mengirim telur asin, artinya di luar ada kabar buruk yang menimpa
rekan-rekan Bung Karno. Namun dia hanya bisa menduga-duga saja kabar
buruk tersebut, karena Inggit tidak bisa menjelaskan secara detail.
Seiring
berjalannya waktu, Soekarno dan Inggit kemudian menemukan cara yang
lebih canggih untuk mengelabui Belanda. Medianya masih sama, telur.
Namun, telur tersebut telah ditusuk-tusuk dengan jarum halus dan pesan
lebih detail mengenai kabar buruk itu dapat dipahami Bung Karno. Satu
tusukan di telur berarti semua kabar baik, dua tusukan artinya seorang
teman ditangkap, dan tiga tusukan berarti ada penyergapan besar-besaran
terhadap para aktivis pergerakan kemerdekaan.
Selama
menjalani masa hukuman dari Desember 1929 hingga dibebaskan pada tanggal
31 Desember 1931, Soekarno tidak pernah dijenguk oleh kedua orangtuanya
yang berada Blitar. Menurut Ibu Wardoyo, orang tua mereka Raden Soekemi
Sosrodihardjo dan Ida Ayu Nyoman Rai tidak sanggup melihat anak yang
mereka banggakan itu berada di tempat hina yakni penjara dan dalam
posisi yang tidak berdaya.
Apalagi, saat di Sukamiskin,
menurut Ibu Wardoyo, kondisi Soekarno demikian kurus dan hitam. Namun
Bung Karno beralasan, dia sengaja membuat kulitnya menjadi hitam dengan
bekerja dan bergerak di bawah terik matahari untuk memanaskan
tulang-tulangnya. Sebab di dalam sel tidak ada sinar matahari, lembab,
gelap, dan dingin. Delapan bulan kemudian baru disidangkan. Dalam
pembelaannya berjudul Indonesia Menggugat, beliau menunjukkan kemurtadan
Belanda, bangsa yang mengaku lebih maju itu.
Pembelaannya
itu membuat Belanda makin marah. Sehingga pada Juli 1930, PNI pun
dibubarkan. Setelah bebas pada tahun 1931, Soekarno bergabung dengan
Partindo dan sekaligus memimpinnya. Akibatnya, beliau kembali ditangkap
Belanda dan dibuang ke Ende, Flores, tahun 1933. Empat tahun kemudian
dipindahkan ke Bengkulu.
Setelah melalui perjuangan yang cukup panjang, Bung Karno dan Bung Hatta memproklamasikan kemerdekaan RI
pada
17 Agustus 1945. Dalam sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno
mengemukakan gagasan tentang dasar negara yang disebutnya Pancasila.
Tanggal 17 Agustus 1945, Ir Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Dalam sidang PPKI, 18 Agustus
1945 Ir.Soekarno terpilih secara aklamasi sebagai Presiden Republik
Indonesia yang pertama.
Sebelumnya, beliau juga berhasil
merumuskan Pancasila yang kemudian menjadi dasar (ideologi) Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Beliau berupaya mempersatukan nusantara.
Bahkan Soekarno berusaha menghimpun bangsa-bangsa di Asia, Afrika, dan
Amerika Latin dengan Konferensi Asia Afrika di Bandung pada 1955 yang
kemudian berkembang menjadi Gerakan Non Blok.
Pemberontakan
G-30-S/PKI melahirkan krisis politik hebat yang menyebabkan penolakan
MPR atas pertanggungjawabannya. Sebaliknya MPR mengangkat Soeharto
sebagai Pejabat Presiden. Kesehatannya terus memburuk, yang pada hari
Minggu, 21 Juni 1970 ia meninggal dunia di RSPAD. Ia disemayamkan di
Wisma Yaso, Jakarta dan dimakamkan di Blitar, Jatim di dekat makam
ibundanya, Ida Ayu Nyoman Rai. Pemerintah menganugerahkannya sebagai
“Pahlawan Proklamasi”.
Presiden Soekarno dan Ibu fatmawati
Presiden
Soekarno semasa hidupnya dikenal memiliki pesona, sehingga dengan mudah
menaklukkan wanita-wanita cantik yang diinginkannya. Sejarah mencatat
Bung Karno sembilan kali menikah. Namun banyak yang tidak tahu wanita
seperti apa yang dicintai Sang Putra Fajar itu. Untuk urusan kriteria
ternyata Bung Karno bukanlah sosok pria neko-neko. Perhatian Bung Karno
akan mudah tersedot jika melihat wanita sederhana yang berpakaian sopan.
Lalu, bagaimana Bung Karno memandang wanita berpenampilan seksi? Pernah
di satu kesempatan ketika sedang jalan berdua dengan Fatmawati, Bung
Karno bercerita mengenai penilaiannya terhadap wanita. Kala itu Bung
Karno benar-benar sedang jatuh hati pada Fatmawati.
"Pada suatu sore ketika kami sedang berjalan-jalan berdua, Fatmawati bertanya padaku tentang jenis perempuan yang kusukai," ujar
Soekaro dalam buku 'Bung Karno Masa Muda' terbitan Pustaka Antar Kota.
Sesaat Bung Karno memandang sosok Fatmawati yang saat itu berpakaian
sederhana dan sopan. Perasaan Bung Karno benar-benar bergejolak, dia
sedikit terkejut mendengar pertanyaan itu.
"Aku memandang kepada
gadis desa ini yang berpakaian baju kurung merah dan berkerudung kuning
diselubungkan dengan sopan. Kukatakan padanya, aku menyukai perempuan
dengan keasliannya, bukan wanita modern yang pakai rok pendek, baju
ketat dan gincu bibir yang menyilaukan," kata Soekarno.
"Saya
lebih menyukai wanita kolot yang setia menjaga suaminya dan senatiasa
mengambilkan alas kakinya. Saya tidak menyukai wanita Amerika dari
generasi baru, yang saya dengar menyuruh suaminya mencuci piring," tambahnya.
Mungkin saat itu Fatmawati begitu terpesona mendengar jawaban Soekarno
yang lugas. Sampai pada akhirnya jodoh mempertemukan keduanya. Soekarno
menikah dengan Fatmawati pada tahun 1943, dan dikarunia 5 anak yakni
Guntur, Megawati, Rachmawati, Sukmawati, dan Guruh.
"Saya menyukai perempuan yang merasa bahagia dengan anak banyak. Saya sangat mencintai anak-anak," katanya.
Menurut
pengakuan Ibu Fatmawati, dia dan Bung Karno tidak pernah merayakan
ulang tahun perkawinan, Jangankan kawin perak atau kawin emas, ulang
tahun pernikahan ke-1, ke-2 atau ke-3 saja tidak pernah. Sebabnya tak
lain karena keduanya tidak pernah ingat kapan menikah. Ini bisa
dimaklumi karena saat berlangsungnya pernikahan, zaman sedang dibalut
perang. Saat itu Perang Dunia II sedang berkecamuk dan Jepang baru
datang untuk menjajah Indonesia.
"Kami tidak pernah
merayakan kawin perak atau kawin emas. Sebab kami anggap itu soal remeh,
sedangkan kami selalu dihadapkan pada persoalan-persoalan besar yang
hebat dan dahsyat," begitu cerita Ibu Fatmawati di buku Bung Karno Masa
Muda, terbitan Pustaka Antar Kota, 1978.
Kehidupan
pernikahan Bung Karno dan Fatmawati memang penuh dengan gejolak
perjuangan. Dua tahun setelah keduanya menikah, Indonesia mencapai
kemerdekaan. Tetapi ini belum selesai, justru saat itu perjuangan fisik
mencapai puncaknya. Bung Karno pastinya terlibat dalam setiap
momen-momen penting perjuangan bangsa. Pasangan ini melahirkan putra
pertamanya yaitu Guntur Soekarnoputra. Guntur lahir pada saat Bung Karno
sudah berusia 42 tahun. Berikutnya lahir Megawati, Rachmawati,
Sukmawati, dan Guruh. Putra-putri Bung Karno dikenal memiliki bakat
kesenian tinggi. Hal itu tak aneh mengingat Bung Karno adalah sosok
pengagum karya seni, sementara Ibu Fatmawati sangat pandai menari.
Sejak
kecil, Soekarno sangat menyukai cerita wayang. Dia hapal banyak cerita
wayang sejak kecil. Saat masih bersekolah di Surabaya, Soekarno rela
begadang jika ada pertunjukan wayang semalam suntuk. Dia pun senang
menggambar wayang di batu tulisnya. Saat ditahan dalam penjara Banceuy
pun kisah-kisah wayanglah yang memberi kekuatan pada Soekarno.
Terinspirasi dari Gatot Kaca, Soekarno yakin kebenaran akan menang,
walau harus kalah dulu berkali-kali. Dia yakin suatu saat penjajah
Belanda akan kalah oleh perjuangan rakyat Indonesia.
"Pertunjukan
wayang di dalam sel itu tidak hanya menyenangkan dan menghiburku. Dia
juga menenangkan perasaan dan memberi kekuatan pada diriku.
Bayangan-bayangan hitam di kepalaku menguap bagai kabut dan aku bisa
tidur nyenyak dengan penegasan atas keyakinanku. Bahwa yang baik akan
menang atas yang jahat," ujar Soekarno dalam biografinya yang ditulis
Cindy Adams "Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat Indonesia yang
diterbitkan Yayasan Bung Karno tahun 2007. Soekarno tidak hanya
mencintai budaya Jawa. Dia juga mengagumi tari-tarian dari seantero
negeri. Soekarno juga begitu takjub akan tarian selamat datang yang
dilakukan oleh penduduk Papua. Karena kecintaan Soekarno pada seni dan
budaya, Istana Negara penuh dengan aneka lukisan, patung dan benda-benda
seni lainnya. Setiap pergi ke daerah, Soekarno selalu mencari sesuatu
yang unik dari daerah tersebut. Dia menghargai setiap seniman, budayawan
hingga penabuh gamelan. Soekarno akan meluangkan waktunya untuk
berbincang-bincang soal seni dan budaya setiap pagi, di samping bicara
politik.
Pemberontakan G-30-S/PKI melahirkan
krisis politik hebat yang menyebabkan penolakan MPR atas
pertanggungjawabannya. Sebaliknya MPR mengangkat Soeharto sebagai
Pejabat Presiden. Saat-saat diasingkan di Istana Bogor selepas
G-30S/PKI, Soekarno membunuh waktunya dengan mengiventarisir musik-musik
keroncong yang dulu populer tahun 1930an dan kemudian menghilang. Atas
kerja kerasnya dan beberapa seniman keroncong, Soekarno berhasil
menyelamatkan beberapa karya keroncong. Setlah itu Kesehatannya terus
memburuk, yang pada hari Minggu, 21 Juni 1970 ia meninggal dunia di
RSPAD. Ia disemayamkan di Wisma Yaso, Jakarta dan dimakamkan di Blitar,
Jatim di dekat makam ibundanya, Ida Ayu Nyoman Rai. Pemerintah
menganugerahkannya sebagai "Pahlawan Proklamasi".
Detik Detik Kematian Sang Presiden
- Jakarta,
Selasa, 16 Juni 1970. Ruangan intensive care RSPAD Gatot Subroto
dipenuhi tentara sejak pagi. Serdadu berseragam dan bersenjata lengkap
bersiaga penuh di beberapa titik strategis rumah sakit tersebut. Tak
kalah banyaknya, petugas keamanan berpakaian preman juga hilir mudik di
koridor rumah sakit hingga pelataran parkir.
- Sedari
pagi, suasana mencekam sudah terasa. Kabar yang berhembus mengatakan,
mantan Presiden Soekarno akan dibawa ke rumah sakit ini dari rumah
tahanannya di Wisma Yaso yang hanya berjarak lima kilometer.
- Malam
ini desas-desus itu terbukti. Di dalam ruang perawatan yang sangat
sederhana untuk ukuran seorang mantan presiden, Soekarno tergolek lemah
di pembaringan. Sudah beberapa hari ini kesehatannya sangat mundur.
Sepanjang hari, orang yang dulu pernah sangat berkuasa ini terus
memejamkan mata. Suhu tubuhnya sangat tinggi. Penyakit ginjal yang tidak
dirawat secara semestinya kian menggerogoti kekuatan tubuhnya.
- Lelaki
yang pernah amat jantan dan berwibawa, dan sebab itu banyak
digila-gilai perempuan seantero jagad, sekarang tak ubahnya bagai
sesosok mayat hidup. Tiada lagi wajah gantengnya. Kini wajah yang
dihiasi gigi gingsulnya telah membengkak, tanda bahwa racun telah
menyebar ke mana-mana. Bukan hanya bengkak, tapi bolong-bolong bagaikan
permukaan bulan. Mulutnya yang dahulu mampu menyihir jutaan massa dengan
pidato-pidatonya yang sangat memukau, kini hanya terkatup rapat dan
kering. Sebentar-sebentar bibirnya gemetar. Menahan sakit. Kedua
tangannya yang dahulu sanggup meninju langit dan mencakar udara, kini
tergolek lemas di sisi tubuhnya yang kian kurus.
- Sang Putera Fajar tinggal menunggu waktu
- Dua
hari kemudian, Megawati, anak sulungnya dari Fatmawati diizinkan
tentara untuk mengunjungi ayahnya. Menyaksikan ayahnya yang tergolek
lemah dan tidak mampu membuka matanya, kedua mata Mega menitikkan
airmata. Bibirnya secara perlahan didekatkan ke telinga manusia yang
paling dicintainya ini.
- “Pak, Pak, ini Ega…”
- Senyap.
- Ayahnya
tak bergerak. Kedua matanya juga tidak membuka. Namun kedua bibir
Soekarno yang telah pecah-pecah bergerak-gerak kecil, gemetar, seolah
ingin mengatakan sesuatu pada puteri sulungnya itu. Soekarno tampak
mengetahui kehadiran Megawati. Tapi dia tidak mampu membuka matanya.
Tangan kanannya bergetar seolah ingin menuliskan sesuatu untuk puteri
sulungnya, tapi tubuhnya terlampau lemah untuk sekadar menulis.
Tangannya kembali terkulai. Soekarno terdiam lagi.
- Melihat
kenyataan itu, perasaan Megawati amat terpukul. Air matanya yang sedari
tadi ditahan kini menitik jatuh. Kian deras. Perempuan muda itu
menutupi hidungnya dengan sapu tangan. Tak kuat menerima kenyataan,
Megawati menjauh dan limbung. Mega segera dipapah keluar.
- Jarum jam terus bergerak. Di luar kamar, sepasukan tentara terus berjaga lengkap dengan senjata.
- Malam
harinya ketahanan tubuh seorang Soekarno ambrol. Dia coma. Antara hidup
dan mati. Tim dokter segera memberikan bantuan seperlunya.
- Keesokan
hari, mantan wakil presiden Muhammad Hatta diizinkan mengunjungi kolega
lamanya ini. Hatta yang ditemani sekretarisnya menghampiri pembaringan
Soekarno dengan sangat hati-hati. Dengan segenap kekuatan yang berhasil
dihimpunnya, Soekarno berhasil membuka matanya. Menahan rasa sakit yang
tak terperi, Soekarno berkata lemah.
- “Hatta.., kau di sini..?”
- Yang
disapa tidak bisa menyembunyikan kesedihannya. Namun Hatta tidak mau
kawannya ini mengetahui jika dirinya bersedih. Dengan sekuat tenaga
memendam kepedihan yang mencabik hati, Hatta berusaha menjawab Soekarno
dengan wajar. Sedikit tersenyum menghibur.
- “Ya, bagaimana keadaanmu, No ?”
- Hatta
menyapanya dengan sebutan yang digunakannya di masa lalu. Tangannya
memegang lembut tangan Soekarno. Panasnya menjalari jemarinya. Dia ingin
memberikan kekuatan pada orang yang sangat dihormatinya ini.
- Bibir
Soekarno bergetar, tiba-tiba, masih dengan lemah, dia balik bertanya
dengan bahasa Belanda. Sesuatu yang biasa mereka berdua lakukan ketika
mereka masih bersatu dalam Dwi Tunggal. “Hoe gaat het met jou…?”
Bagaimana keadaanmu?
- Hatta memaksakan diri tersenyum. Tangannya masih memegang lengan Soekarno.
- Soekarno
kemudian terisak bagai anak kecil. Lelaki perkasa itu menangis di depan
kawan seperjuangannya, bagai bayi yang kehilangan mainan. Hatta tidak
lagi mampu mengendalikan perasaannya. Pertahanannya bobol. Airmatanya
juga tumpah. Hatta ikut menangis.
- Kedua teman lama yang
sempat berpisah itu saling berpegangan tangan seolah takut berpisah.
Hatta tahu, waktu yang tersedia bagi orang yang sangat dikaguminya ini
tidak akan lama lagi. Dan Hatta juga tahu, betapa kejamnya siksaan tanpa
pukulan yang dialami sahabatnya ini. Sesuatu yang hanya bisa dilakukan
oleh manusia yang tidak punya nurani.
- “No…” Hanya itu
yang bisa terucap dari bibirnya. Hatta tidak mampu mengucapkan lebih.
Bibirnya bergetar menahan kesedihan sekaligus kekecewaannya. Bahunya
terguncang-guncang.
- Jauh di lubuk hatinya, Hatta sangat
marah pada penguasa baru yang sampai hati menyiksa bapak bangsa ini.
Walau prinsip politik antara dirinya dengan Soekarno tidak bersesuaian,
namun hal itu sama sekali tidak merusak persabatannya yang demikian erat
dan tulus.
- Hatta masih memegang lengan Soekarno ketika kawannya ini kembali memejamkan matanya.
- Jarum jam terus bergerak. Merambati angka demi angka. Sisa waktu bagi Soekarno kian tipis.
- Sehari
setelah pertemuan dengan Hatta, kondisi Soekarno yang sudah buruk,
terus merosot. Putera Sang Fajar itu tidak mampu lagi membuka kedua
matanya. Suhu badannya terus meninggi. Soekarno kini menggigil. Peluh
membasahi bantal dan piyamanya. Malamnya Dewi Soekarno dan puterinya
yang masih berusia tiga tahun, Karina, hadir di rumah sakit. Soekarno
belum pernah sekali pun melihat anaknya.
- Minggu pagi, 21
Juni 1970. Dokter Mardjono, salah seorang anggota tim dokter
kepresidenan seperti biasa melakukan pemeriksaan rutin. Bersama dua
orang paramedis, Dokter Mardjono memeriksa kondisi pasien istimewanya
ini. Sebagai seorang dokter yang telah berpengalaman, Mardjono tahu
waktunya tidak akan lama lagi.
- Dengan sangat hati-hati dan
penuh hormat, dia memeriksa denyut nadi Soekarno. Dengan sisa kekuatan
yang masih ada, Soekarno menggerakkan tangan kanannya, memegang lengan
dokternya. Mardjono merasakan panas yang demikian tinggi dari tangan
yang amat lemah ini. Tiba-tiba tangan yang panas itu terkulai. Detik itu
juga Soekarno menghembuskan nafas terakhirnya. Kedua matanya tidak
pernah mampu lagi untuk membuka. Tubuhnya tergolek tak bergerak lagi.
Kini untuk selamanya.
- Situasi di sekitar ruangan sangat
sepi. Udara sesaat terasa berhenti mengalir. Suara burung yang biasa
berkicau tiada terdengar. Kehampaan sepersekian detik yang begitu
mencekam. Sekaligus menyedihkan.
- Dunia melepas salah
seorang pembuat sejarah yang penuh kontroversi. Banyak orang
menyayanginya, tapi banyak pula yang membencinya. Namun semua sepakat,
Soekarno adalah seorang manusia yang tidak biasa. Yang belum tentu
dilahirkan kembali dalam waktu satu abad. Manusia itu kini telah tiada.
- Dokter
Mardjono segera memanggil seluruh rekannya, sesama tim dokter
kepresidenan. Tak lama kemudian mereka mengeluarkan pernyataan resmi:
Soekarno telah meninggal.
Isu di bunuh secara perlahan
Banyak
Keyakinan orang banyak bahwa Bung Karno dibunuh secara perlahan mungkin
bisa dilihat dari cara pengobatan proklamator RI ini yang segalanya
diatur secara ketat dan represif oleh Presiden Soeharto. Bung Karno
ketika sakit ditahan di Wisma Yasso (Yasso adalah nama saudara laki-laki
Dewi Soekarno) di Jl. Gatot Subroto. Penahanan ini membuatnya amat
menderita lahir dan bathin. Anak-anaknya pun tidak dapat bebas
mengunjunginya.
Banyak resep tim dokternya, yang dipimpin
dr. Mahar Mardjono, yang tidak dapat ditukar dengan obat. Ada tumpukan
resep di sebuah sudut di tempat penahanan Bung Karno. Resep-resep untuk
mengambil obat di situ tidak pernah ditukarkan dengan obat. Bung Karno
memang dibiarkan sakit dan mungkin dengan begitu diharapkan oleh
penguasa baru tersebut agar bisa mempercepat kematiannya.
Permintaan
dari tim dokter Bung Karno untuk mendatangkan alat-alat kesehatan dari
Cina pun dilarang oleh Presiden Soeharto. “Bahkan untuk sekadar menebus
obat dan mengobati gigi yang sakit, harus seizin dia, ” demikian
Rachmawati Soekarnoputeri pernah bercerita.
sumber : https://www.facebook.com/notes/gaptekbgtcom/sejarah-hidup-presiden-soekarno/593436740706568